celoteh


SATU

Sudah setengah jam dia menunggu orang yang berjanji akan menjemputnya di halte. Tapi orang yang ditunggu tak kunjung datang. Bita mulai kesal. Berkali-kali dia mencoba menghubungi Reza tapi mailbox. “Selalu kayak gini kalo bikin janji. Gak pernah tepat waktu,” rutuk Bita . Bita mencoba menenangkandirinya sendiri yang mulai kesal, dan terus mencoba menghubungi Reza. Tepat saat akan men-dial nomor Reza, sebuah motor ninja behenti didepannya. Bita mengurungkan niatnya untuk menelpon Reza. Pengendara motor itu menaikkan kaca helmnya yang ternyata Reza. “Maaf aku telat,” ucapnya. Bita mendengus kesal.
“Ini sih bukan telat, tapi emang sengaja telat.”
“Macet banget. Tadi di jalan ada kecelakaan,” jelas Reza.
“He-em,” Bita hanya berdehem.
“HP aku lowbat,” sambung Reza. Dia sudah tahu, pasti Bita akan menanyakan kenapa dia tak bisa dihubungi.
Tanpa menunggu komando dari Reza, Bita segera naik ke motor. Motor Reza pun melaju meninggalkan halte.
J
Hubungan Bita dengan Reza sudah terjalin selama sebulan. Memang baru sebentar. Dulu Reza adalah mantan kekasihnya dan sekarang meraka memutuskan untuk kembali melanjutkan hubungan mereka. Sebenarnya hubungannya dengan Reza adalah suatu kesalahan, karena Reza sudah punya pacar yang bernama Lia. Bita sendiri telah mengenal Lia, bisa dibilang kenal dekat. Entah apa yang ada dipikiran Bita sampai mau kembali pada Reza dan jadi yang kedua. Padahal bila dipikir sebenarnya Bita sudah tak punya perasaan pada Reza. Saat Reza mengajaknya balikan dia hanya menjawab “jalani saja hubungan ini, asal Lia tak tahu.”
Mungkin Reza hanya sebagai pelarian. Ya pelarian. Pelarian dari bayang Arfian yang masih menggelayuti otaknya. Bita sendiri tak habis pikir, begitu dalamnya Arfian meninggalkan kenangan. Kalo saja dulu hubunganku dengan Fian masih bisa dipertahanin.
“Bita kamu mau makan apa?” tanya Reza sambil membolak balik buku menu.
Seketika lamunan Bita buyar, dia sedikit salah tingkah. “Samain aja kayak kamu Za.”
“Kamu kenapa sih? Aku perhatiin dari tadi kamu ngelamun terus,” tanya Reza.
“Gak ada yang aku lamunin ko.” Bita bohong.
“Lagi ada masalah?” tanya Reza sekali lagi. Bita menggeleng lalu tersenyum.
Reza melambaikan tangan kanannya kepada seorang waitress yang berdiri di sudut restoran. Sang waitress pun menghampiri meja makan Reza dan Bita.
“Selamat siang bapak. Ada yang bisa saya bantu?” tanya waitress itu dengan ramah.
“Saya pesan mie ayam gorengnya dua, jus jeruknya juga dua ya mba.” Dengan sigap waitress itu mencatat pesanan Reza ke dalam sebuah buku kecil. “Ada yang lain lagi pak?” tanya waitress.
“Nggak mba cukup.” “Silahkan ditunggu ya pak.” Waitress pun meninggalkan meja Reza.
“Emang aku udah keliatan tua ya?” tanya  Reza pada Bita.
“Memangnya kenapa?” Bita bingung dengan pertanyaan Reza yang terdengar aneh itu.
“Masa aku dipanggil bapak sama mba waitress tadi.” Bita tertawa, hamper terbahak.
“Kok kamu malah ketawa sih. Aku serius tau.” Reza protes.
“Reza sayang, kamu nggak tua kok. Kamu masih muda, mungkin mata mbanya sedikit ada gangguan.” Bita menghentikan tawanya dan meraih tangan Reza.
“Kamu beneran sayang sama aku?.” Bita diam. Dia tak langsung menjawab. Dia memalingkan wajahnya dari Reza.
“Aku nggak maksa kamu untuk sayang sama aku Ta, biar waktu aja jawab. Jalanin aja hubungan ini, sampai dimana hubungan ini akan berlanjut.”
Apa? Berlanjut? Reza, lo itu udah punya Lia. Gue juga nggak tau, apa gue punya perasaan sama lo atau nggak. Bita hanya mengangguk.
J
Jam di dinding menunjukkan pukul sembilan malam. Tapi Arfian belum beranjak dari depan laptop. Sudah satu jam dia menatap layar laptop itu, masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan untuk bahan meeting besok. Kepalanya disandarkan pada kursi lalu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, seolah bisa melepas rasa lelahnya. Sejak putus dari Bita, Arfian lebih menyibukkan dirinya pada pekerjaannya. Dia bekerja sebagai manajer di perusahaan milik ayahnya yang bergerak dibidang property. Sudah delapan bulan yang lalu dia putus dari Bita dan tak ada komunikasi diantara mereka. Dan saat ini Arfian pun sudah memiliki kekasih. Dia adalah teman dekat Arfian, Mawar namanya. Arfian bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Dia membuat secangkir kopi untuk mengusir rasa kantuk yang mulai meyerang. Arfian memasukkan dua sendok teh untuk kopi dan satu sendok teh untuk gula lalu dituangkan air panas secukupnya. Setelah selesai membuat kopi dia kembali ke ruang kerjanya. HP-nya berdering. Tertera di layar Mawar calling, segera Arfian menekan tombol berwarna hijau di HP-nya. “Iya aku masih dikantor